Pendahuluan
ASEAN Economic Community (AEC) adalah integrasi ekonomi Asia Tenggara untuk menjadi single market layaknya Uni Eropa. Cita-cita untuk memajukan ekonomi Asia Tenggara adalah salah satu tujuan saat organisasi ini dibentuk tahun 1967 yang tertuang dalam deklarasi Bangkok. Dalam perkembangannya kerja sama ekonomi diarahkan pada ASEAN Economic Community. ASEAN Economic Community merupakan salah satu pilar dari ASEAN Community, pilar yang lain adalah ASEAN Political Security Community (politik keamanan) dan ASEAN Socio-Cultural Community (sosial budaya). ASEAN Community merupakan hasil kesepakatan pada KTT ASEAN ke-9 2003 di Bali yang dikenal dengan Bali Concord II. ASEAN Community merupakan usaha untuk mewujudkan visi ASEAN 2020 yang dirumuskan ketika KTT ke-2 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia. Visi ASEAN 2020 visi yang dicita-citakan ialah menciptakan ASEAN sebagai panggung negara Asia Tenggara, yang berpandangan luas, hidup dalam damai, menjadi kawasan yang stabil dan makmur, terikat bersama dalam kemitraan serta menjadi sebuah komunitas yang saling peduli.
Pencapaian ASEAN Community kemudian dipercepat menjadi tahun 2015, hal ini diperkuat dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on The Acceleration on the Establisment of an ASEAN Community by 2015” pada KTT ke-12 di Cebu Filipina tahun 2007. Dalam implementasinya, AEC akan mengacu pada blueprint yang telah dibuat pada KTT ke-13 di Singapura tahun 2007. Ada empat karakteristik AEC yang tertuang dalam blueprint: Menuju pasar tunggal dan basis produksi (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal); Menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi; Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata; melalui pembangunan UKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration, (IAI); dan Menuju Integrasi Global.
Beberapa negara ASEAN masih termasuk dalam negara berkembang. Barangkali yang masuk dalam kategori negara maju hanyalah Singapura. Hal ini akan menjadi permasalahan bagi negara-negara yang masih berkembang ketika tiap negara melakukan ekspansi ekonomi, terutama bagi negara yang masih lemah dalam sektor pasar domestik. Ditambah lagi kerjasama ASEAN+3, kerjasama perdagangan bebas antara ASEAN dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan. Ekspansi produk dari Cina, Jepang, dan Korea Selatan akan menggempur habis-habisan pasar domestik. Kesiapan tiap negara untuk menghadapi AEC mutlak diperlukan.
Beberapa negara ASEAN masih termasuk dalam negara berkembang. Barangkali yang masuk dalam kategori negara maju hanyalah Singapura. Hal ini akan menjadi permasalahan bagi negara-negara yang masih berkembang ketika tiap negara melakukan ekspansi ekonomi, terutama bagi negara yang masih lemah dalam sektor pasar domestik. Ditambah lagi kerjasama ASEAN+3, kerjasama perdagangan bebas antara ASEAN dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan. Ekspansi produk dari Cina, Jepang, dan Korea Selatan akan menggempur habis-habisan pasar domestik. Kesiapan tiap negara untuk menghadapi AEC mutlak diperlukan.
Keluar masuknya modal dan investasi akan mampu menjadi pemicu konflik diantara negara-negara ASEAN, kecuali jika ASEAN mampu untuk mengatur dengan baik kontrol modal bagi para investor.
Pembahasan
Ekspansi ekonomi yang akan terjalin di 2015 akan menjadi peluang ataupun ancaman bagi tiap negara di ASEAN. Jika kita melihat negara-negara ASEAN yang masih berkembang, adanya AEC akan menjadi ancaman bagi negara tersebut. Power yang dimiliki akan sangat berpengaruh sekali terhadap kesiapan tiap negara. Dapat dipastikan bahwa Tiap negara memiliki kepentingan nasional masing-masing, jika tiap negara hanya memikirkan kepentingan nasionalnya sendiri tanpa adanya saling peduli, negara tersebut akan mengancam pasar domestik di suatu negara.
Rusaknya pasar domestik (mikroekonomi) sebagai penyangga makroekonomi akan membuat perekonomian suatu negara semakin terpuruk. Adanya kesamaan produk ekspor unggulan akan menjadi masalah yang akan dihadapi suatu negara pengimpor. Produk impor dengan kualitas yang lebih bagus dan harga yang relatif terjangkau akan merusak pasar domestik, sehingga tiap negara dituntut untuk terus memberikan nilai tambah terhadap produk dalam negeri. Sedangkan memberikan nilai tambah bukanlah tugas yang mudah bagi tiap negara, apalagi bagi negara-negara berkembang.
ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) dapat menjadi contoh kecil, ketika Indonesia harus mengalami defisit ±US$ 3600 tahun 2008. Apabila daya saing Indonesia tidak segera diperbaiki, defisit ini bisa terus bertambah. Ada kekhawatiran dari pengusaha sektor industri petrkimia hulu, tekstil dan produksi baja ketika barang-barang Cina mampu menyaingi harga-harga barang pasar domestik.
ASEAN+3 juga menjadi tantangan bagi negara-negara ASEAN, terutama pengusaha-pengusaha elektronik dan otomotif. Cina, Jepang dan Korea kini semakin maju dengan otomotif dan elektroniknya. Jika negara-negara ASEAN tidak segera mempersiapkan produksi dalam negeri, maka bersiap-siaplah untuk digempur habis-habisan oleh produk-produk impor.
Tidak hanya dalam bentuk barang, namun juga jasa (tenaga kerja). Tiap individu yang memiliki kemampuan lebih atau keahlian tertentu akan lebih mudah untuk mencari pekerjaan di negara lain. Hal ini akan mengakibatkan negara-negara berkembang yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan semakin kalah bersaing dengan tenaga-tenaga pekerja dari negara-negara maju. Bagi rakyat negara berkembang dengan pendidikan yang rendah akan terus-menerus menjadi buruh. Ini akan menyebabkan kecemburuan sosial yang akan menjadi pemicu konflik.
Ada baiknya jika ASEAN ingin menjadi suatu komunitas dengan pasar tunggal harus tetap pada komitmen visi asean 2020 yang dicanangkan ketika KTT ke-2 di Kuala Lumpur, Malaysia, yaitu menjadi kawasan yang stabil, makmur, terikat dalam kemitraan dan saling peduli. Tiap negara tidak hanya memikirkan kepentingan nasionalnya sendiri, tapi juga memikirkan bagaimana keadaan ekonomi negara lain. Jika Visi ASEAN benar-benar dijalankan seiring dengan berjalannya AEC, ASEAN akan mampu menjadi kawasan dengan perekonomian merata dan siap untuk integrasi global. Atau interdependensi yang dicita-citakan akan berubah menjadi dependensi negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju di kawasan Asia Tenggara.
Selain permasalan barang dan jasa, permasalah tentang investasi modal juga akan menjadi masalah yang rumit. Adanya AEC akan menjadi peluang yang besar bagi para investor untuk menanamkan modalnya di negara-negara potensial yang akan banyak menguntungkannya. Namun ini akan menjadi ancaman bagi bagi negara-negara ASEAN, keluar-masuk dengan mudahnya aliran investasi akan menjadi salah satu pemicu konflik di wilayah ini. Hal ini bisa diakibatkan jika investor dengan seenaknya memindahkan investasi ke negara yang masih termasuk dalam negara ASEAN.
Untuk meminimalisir aliran modal yang bebas, ASEAN harus memiliki Kontrol modal bagi para investor. Kontrol modal dari ASEAN sebagai sebuah organisasi regional di Asia Tenggara mutlak diperlukan agar investor tidak seenaknya memindahkan investasinya dari suatu negara ke negara lain dalam satu wilayah Asia Tenggara.
Kesimpulan
Tantangan utama bagi negara-negara ASEAN adalah kesiapannya untuk menghadapi gempuran barang-barang impor. Daya saing produk yang sama dengan kualitas yang lebih dan harga yang bersaing akan merusak pasar domestik (mikroekonomi) sebagai penyangga makroekonomi. Hal ini akan memperburuk perekonomian suatu negara.
Aliran modal yang mengalir bebas akan menjadi salah satu pemicu konflik bilateral jika investor dengan mudahnya memindahkan investasinya ke sesama anggota ASEAN. Oleh karena itu, ASEAN harus menerapkan kontrol modal bagi para investor untuk meminimalisir adanya konflik di wilayah ini.
Referensi
http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/Umum/Blueprint.pdf (diakses tanggal 19 November 2010)
http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf (diakses tanggal 18 November 2010)